SOLUSI BANJIR DENGAN PENDEKATAN
KONSEP MEGAPOLITAN JABODETABEKUR
Bencana
banjir yang melanda jakarta, bekasi, dan tangerang yang hampir merendam 70
persen wilayah DKI Jakarta kembali mencuatkan semakin pentingnya perbaikan
kondisi lingkungan hidup. Hampir dipastikan, kondisi sumber daya alam dan
lingkungan hidup wilayah tersebut sudah berada pada kondisi tidak mampu lagi
menopang pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan penyatuan yang
terintegrasi baik dalam tatanan ruang, infrasturktur, penanganan kependudukan,
serta urbanisasi.
Berdasarkan
sejarah, sekitar 600 tahun yang lalu, kota Jakarta hanya merupakan sebuah
bandar kecil di muara Sungai Ciliwung. Tapi kini, Jakarta telah menjadi sebuah
kota megapolotan dan salah satu pusat bisnis dengan jumlah penduduk terpadat di
Indonesia. Luas wilayah Jakarta hanya mencapai 650 km2, namum
pertambahan penduduk dari tahun ke tahun amat cepat, hingga kini mecapai 9 juta
jiwa dengan kepadatan 14.000 jiwa per kilometer persegi.
Tingginya
pertambahan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi, sangat rentan terhadap
masalah sosial, ekonomi, dan demografi yang sangat kompleks. Karena ada
korelasi antara tingginya tingkat kepadatan penduduk kota dengan tingginya
tingkat tantangan dan masalah-masalah sosial Jakarta dan kota penyangga
lainnya.
Mulai
dari masalah penggunaan lahan perencanaan dan peyediaan sarana prasarana
transportasi, oenyediaan air bersih, penanggulangan banjir, penanganan sampah,
kerawanan sosial, sampai penanganan sumber daya adalam dan lingkungan hidup
sebagai tatanan kehidupan warga, sekarang dan akan datang. Fenomena seperti itu
sebenarnya sudah tergambar dengan tingginya tingkat kerusakan, pencemaran, dan
degradasi lingkungan hidup.
Dengan
kondisi seperti itu maka sudah dipastikan daya dukung dan daya tampung wilayah
Jakarta untuk menopang pembangunan berkelanjutan sudah tidak mampu lagi. Untuk
itu, diperlukan kebijakan penyatuan dan perencanaan tata ruang kawasan
penyangga berupa kawasan terpadu, dalam satu kesatuan rencana induk (master plan) yang terintegrasi meliputi
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Cianjur.
Hal
ini diperkuat dengana danya pengaturan kekhususan Jakarta sebahai ibukota
Negara Republik Indonesia, pengakuan dan penghormatan satuan-satuan pemerintah
daerah, yang bersifat khusus dan istimewa, sebagaimana diatur dalam Pasal 227
ayat (3) huruf c UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
Maka
dalam kebijakan perencanaan kawasan terpadu “Jabodetabekjur” harus diarahkan
pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah mencakup kegiatan perencanaan
tata ruang. Sedangkan perencanaan aktifitas pada ruang wilayah mencakupkegiatan
perencanaan wilayah, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang yang
terintegrasi dalam satu kesatuan. Bukan hanya dari aspek politik, melainkan
juga jeseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup yang tergambar sebagai
berikut:
1. Perencanaan dan aktivitas ruang
wilayah Jabodetabekjur harus berorientasi pada nilai manfaat secara
komprehensif serta mampu menggambarkan proyeksi dari berbagai kegiatan ekonomi
dan penggunaan lahan wilayah baru, terutama di masa yang akan datang.
2. Wilayah terpadu Jabodetabekjur
harus dapat membantu dan memandu para pelaku ekonomi untuk melakukan dan
mengembangkan jenis-jenis usahamereka di kawasan tersebut.
3. Pembuatan perencanaan wilayah
Jabodetabekjur harus berorientasi pada nilai manfaat secara komprehensif dan
optimal bagi masyarakat. Seperti keserasian antar sektor, pengoptimalan
investasi, terciptanya efisiensi, dan tetap terjaminnya lingkungan hidup.
4. Pembuatan perencanaan wilayah
Jabodetabekjur diharapkan menjadi dasar pijakan untuk perencanaan yang lebih
detail, seperti dalam pembuatan sektoral dan perencanaan prasarana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar