statistik

Kamis, 18 April 2013

SOLUSI BANJIR DENGAN PENDEKATAN KONSEP MEGAPOLITAN JABODETABEKUR


SOLUSI BANJIR DENGAN PENDEKATAN KONSEP MEGAPOLITAN JABODETABEKUR

Bencana banjir yang melanda jakarta, bekasi, dan tangerang yang hampir merendam 70 persen wilayah DKI Jakarta kembali mencuatkan semakin pentingnya perbaikan kondisi lingkungan hidup. Hampir dipastikan, kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup wilayah tersebut sudah berada pada kondisi tidak mampu lagi menopang pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan penyatuan yang terintegrasi baik dalam tatanan ruang, infrasturktur, penanganan kependudukan, serta urbanisasi.
Berdasarkan sejarah, sekitar 600 tahun yang lalu, kota Jakarta hanya merupakan sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung. Tapi kini, Jakarta telah menjadi sebuah kota megapolotan dan salah satu pusat bisnis dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia. Luas wilayah Jakarta hanya mencapai 650 km2, namum pertambahan penduduk dari tahun ke tahun amat cepat, hingga kini mecapai 9 juta jiwa dengan kepadatan 14.000 jiwa per kilometer persegi.
Tingginya pertambahan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi, sangat rentan terhadap masalah sosial, ekonomi, dan demografi yang sangat kompleks. Karena ada korelasi antara tingginya tingkat kepadatan penduduk kota dengan tingginya tingkat tantangan dan masalah-masalah sosial Jakarta dan kota penyangga lainnya.
Mulai dari masalah penggunaan lahan perencanaan dan peyediaan sarana prasarana transportasi, oenyediaan air bersih, penanggulangan banjir, penanganan sampah, kerawanan sosial, sampai penanganan sumber daya adalam dan lingkungan hidup sebagai tatanan kehidupan warga, sekarang dan akan datang. Fenomena seperti itu sebenarnya sudah tergambar dengan tingginya tingkat kerusakan, pencemaran, dan degradasi lingkungan hidup.
Dengan kondisi seperti itu maka sudah dipastikan daya dukung dan daya tampung wilayah Jakarta untuk menopang pembangunan berkelanjutan sudah tidak mampu lagi. Untuk itu, diperlukan kebijakan penyatuan dan perencanaan tata ruang kawasan penyangga berupa kawasan terpadu, dalam satu kesatuan rencana induk (master plan) yang terintegrasi meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Cianjur.
Hal ini diperkuat dengana danya pengaturan kekhususan Jakarta sebahai ibukota Negara Republik Indonesia, pengakuan dan penghormatan satuan-satuan pemerintah daerah, yang bersifat khusus dan istimewa, sebagaimana diatur dalam Pasal 227 ayat (3) huruf c UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
Maka dalam kebijakan perencanaan kawasan terpadu “Jabodetabekjur” harus diarahkan pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah mencakup kegiatan perencanaan tata ruang. Sedangkan perencanaan aktifitas pada ruang wilayah mencakupkegiatan perencanaan wilayah, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang yang terintegrasi dalam satu kesatuan. Bukan hanya dari aspek politik, melainkan juga jeseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup yang tergambar sebagai berikut:
1.      Perencanaan dan aktivitas ruang wilayah Jabodetabekjur harus berorientasi pada nilai manfaat secara komprehensif serta mampu menggambarkan proyeksi dari berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan wilayah baru, terutama di masa yang akan datang.
2.      Wilayah terpadu Jabodetabekjur harus dapat membantu dan memandu para pelaku ekonomi untuk melakukan dan mengembangkan jenis-jenis usahamereka di kawasan tersebut.
3.      Pembuatan perencanaan wilayah Jabodetabekjur harus berorientasi pada nilai manfaat secara komprehensif dan optimal bagi masyarakat. Seperti keserasian antar sektor, pengoptimalan investasi, terciptanya efisiensi, dan tetap terjaminnya lingkungan hidup.
4.      Pembuatan perencanaan wilayah Jabodetabekjur diharapkan menjadi dasar pijakan untuk perencanaan yang lebih detail, seperti dalam pembuatan sektoral dan perencanaan prasarana.