statistik

Sabtu, 05 Februari 2011

pandangan orientalisme terhadap Islam

1. Pengertian Orientalisme
Orientalisme adalah sebuah istilah yang berasal dari kata “orient” bahasa Perancis yang secara harfiah berarti “timur”. Sedangkan secara geografis berarti “dunia belahan timur” dan secara etnologis berarti “bangsa-bangsa di timur”.
Joesoef Sou’yb, dalam bukunya “Orientalisme dan Islam”, mengemukakan bahwa kata “orient” itu telah memasuki berbagai bahasa di Eropa termasuk bahasa Inggris. Oriental adalah sebuah kata sifat yang berarti “hal-hal yang bersifat timur” yang cakupannya amat luas. Sedangkan “isme” (bahasa Belanda) atau “ism” (bahsa Inggris” menunjukkan pengertian tentang suatu faham. Jadi orientalisme adalah suatu faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa di Timur dan lingkungannya.
Adapun orientalis adalah ilmuan Barat yang mendalami masalah-masalah ketimuran, yang tercakup di dalamnya tentang bahasa-bahasa, kesusasteraan, peradaban, dan agama-agama.
2. Ruang lingkup Orientalisme
Dalam pengertian sempit, orientalisme adalah kegiatan penyelidikan dari para pakar di Barat mengenai agama-agama di Timur, khususnya tentang agama islam. Kegiatan penyelidikan tersebur telah berlangsung selama berabad-abad secara periodik, tetapi baru memperlihatkan intensitasnya yang luar biasa sejak abad ke-19 Masehi. Penyelidikan tersebut bermula secara terpisah mengenai masing-masing agama itu. Max Muler (1823-1900) pada akhirnya menjelang penghujung abad ke -19 itu menyalin seluruh kitab-kitab yang terpandang suvci oleh masing-masing agama di Timur ke dalam bahasa Inggris, terdiri dari 51 jilid tebal, berjudul The Sacred Books of The East (kitab-kitab suci dari timur) yang biasanya disingkat “SBE”. Berkat cara Muller itu dalam membahas masing-masing agama mengikuti bunyi dan isi masing-masing kitab suci hingga mendekati objektivitasnya, hal mana cara it sangat berbeda dengan masa sebelumnya maupun masanya sendiri, maka ia pun kemudian dipandang sebagai pembangun sebuah disiplin ilmu yang baru, yang dikebal dengan Comparative Religions (agama perbandingan).
Sebenarnya objek kajian orientalisme cukup luas, yaitu menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan bangsa-bangsa di Timur beserta lingkungannya, sehingga meliputi seluruh bidang kehidupan dan sejarah bangsa-bangsa di Timur. Sekedar ilustrasi, Sou’yb membayangkan kegiatan penyelidikan tersebut secara garis besar meliputi bidang-bidang sebgai berikut:
1. Bidang Kepurbakalaan (archeology)
2. Bidang Sejarah (history)
3. Bidang Bahasa (linguistic)
4. Bidang Agama (religion)
5. Bidang Kesusasteraan (literatures)
6. Bidang Keturunan (ethnology)
7. Bidang Kemasyarakatan (sociology)
8. Bidang Adat Istiadat (custom)
9. Bidang Kekuasaan (politic)
10. Bidang Kehidupan (economi)
11. Bidang Lingkungan (fauna dan flora)
12. Dan lain-lain
Meskipun kajian orientalisme tersebut sedemikian luas, pada pembahasan berikutnya akan membatasi pada kajian orientalisme mengenai Islam, khususnya tentang Nabi Muhamad saw, Al-Qur’an, dan Islam.
3. Sebab-Sebab Lahirnya Orientalisme
Qasim Assamurai, dalam bukunya “bukti-bukti kebohongan orientalis” mengemukakan beberapa pandangan mengenai faktor-faktor penyebab lahirnya orientalisme, antara lain:
a) Bahwa orientalisme itulahir akibat Perang Salib (1096-1270) atau ketika dimulai pergesekan politik dan agama antara Islam dan Kristen Barat di Palestina. Argumentasi mereka menyatakan bahwa permusuhan politik berkecamuk antara umat Kristen dan umat Islam selama pemerintahan Nuruddin Zanki dan Salahuddin al-Ayubi.
b) Terjadinya peperangan berdarah yang berkecamuk antara orang-orang Islam dan Kristen di Andalusia, khususnya setelah Alfonso VI menaklukkan Toledo pada tahun 488 H (1085 M). dari situlah lahir gerakan tobat dan penghapusan dosa yang berpusa di biara Kluni yang didominasi para pendeta Venesia dengan pimpinan Santo Peter the Venerable dari Perancis. Dari biara itu, munncul gerakan perubahan Kristen Spanyol dengan semua kitab dan upacara ritualnya, serta menetapkan Kristen Katolik Romawi sebagai agama yang benar. Para pendeta menganggap bahwa agama Kristen Spanyol telah rusak akibat dimasuki oleh banyak unsur Islam.
c) Sebagian lagi berpendapat bahwa lahirnya orientalis itu ada dua, pertama karena kebutuhan Barat untuk menolak Islam, dan kedua untuk mengetahui penyabab kekuatan yang mendorong umat Islam khususnya setelah jatuhnya Konstantinopel pada tahun 857 H (1453 M) serta tibanya pasukan Turki Usmani ke perbatasan Wina.
d) Di kalangan ahli teologi berpendapat bahwa lahirnya orientalis itu merupakan kebutuhan mereka untuk memahami intelektualitas Islam, karena ada hubungannya dengan Taurat dan Injil.
e) Sebagian lainnya berpendapat bahwa orientalis itu lahir untuk kepentingan penjajahan Eropa terhadap negara-negara Arab dan Islam di Timur Dekat, Afrika utara dan Asia Tenggara serta kebutuhan mereka dalam rangka memahami adat istiadat dan agama bangsa-bangsa jajahan itu dei memperkokoh memuasaan dan dominasi ekonomi mereka pada bangsa-bangsa jajahan.
4. Motivasi Orientalis Mengkaji Islam
a) Motivasi Aqidah atau Keagamaan
Faktor utama yang mendorong orang-orang Barat mempelajari dunia Timur adalah faktor agama terlebih dahulu. Perang Salib telah memberi bekas kepahitan yang sangat mendalam pada orang-orang Eropa. Dari sini timbullah gerakan reformasi Kristen, sehingga umat Kristen merasakan suatu kebutuhan mendesak untuk melihat kembali penafsiran mereka terhadap al-Kitab; dan untuk memahami sesuai dengan perkembangan baru yang dilancarkan oleh kaum reformis.
Umar Bin Ibrahim Ridwan dalam bukunya “Ara al-Mustashriqin Halwa al-Qur’an al-Alkarim Wa Tafsirihi” mengatakan bahwa usaha-usaha selanjutnya yang dilakukan oleh kaum orientalis setelah mempelajari Islam:
• Berusaha mencemarkan dan mengaburkan nilai-nilai kebenaran Islam, agar umat Islam mengalami kebimbangan dalam beragama
• Melindungi kaum Nasrani dari bahaya Islam
• Berusaha mengkristenkan orang-orang Islam
Semangat Evangelisme inilah yang menjadi pendorong dalam melakukan sikap permusuhan terhadap Islam. Dan motivasi dalam bidang keagamaan inilah yang menjadi motivasi dasar orientalis dalam mengkaji Islam.
b) Motivasi Ekonomi dan Perdagangan
Diantara motivasi Barat mengkasi Islam adalah dalam kerangka menerobos pasar perdagangan di dunia Timur. Mereka bekerja-sama dengan dunia Timur untuk membuka pasar-pasar, menggali sumber-sumber alam, pertambangan, dan lain-lain. Mereka kemudian mendirikan pabrik-pabrik di wilayah Timur, tetapi belakangan mereka berusaha membunuh atau mematikan kegiatan produksi dan lalulintas perdagangan yang dikuasai oleh orang-orang Timur (Islam), sehingga lambat laun usaha-usaha yang dimiliki oleh orang-orang itmur mengalami kemunduran, dan sebliknya milik orang-orang Barat yang mengalami kemajuan pesat.
Ketika orang-orang Timur sudah dalam posisi lemah inilah para imperalis atau kaum orientalis memanfaatkan kelemahan orang –orang Timur agar merendahkan diri di depan orang Barat, mengemis dan meminta bantuan. Dari sinilah orang-orang Barat mulai menancapkan kuku kekuasaan sebagai kaum imperialis (penjajah) sekaligus ingin menunjukkan bahwa betapa pun orang Barat adalah di atas segalanya bagi dunia Timur.
c) Motivasi Politik dan Penjajahan
Perang Salib merupakan peperangan yang pada dasarnya memperebutkan kekuasaan daerah yang semula dikuasai oleh kaum Kristen yang selanjutnya direbut oleh orang Islam. Karena merasa daerah kekuasaannya direbut oleh orang Islam, maka timbullah keinginan orang Kristen (Barat) untuk meraihnya kembali sebagai daerah yang semula menjadi miliknnya.
Azra mengklasifikasikan perang salib yang merupakan sebuah wujud konfrontasi antara Kristen dan Islam sebagai bentuk benturan antara Barat dan Timur dalam tataran politik.
Perkembangan selanjutnya kajian orientalisme dikaksudkan untuk mensukseskan imperalis Eropa pada negara-negara islam dengan adanya penjajahan. Ini terjadi misalnya di negara Mesir oleh Perancis dan negara Indonesia oleh Belanda. Proses imperialisme ini diawali dengan kolonialisme Eropa setelah mengenal dunia Timur yang memiliki bahan pokok perdagangan mereka dan sumber daya alam yang melimpah. Dalam usaha perluasan perdagangan mereka kemudian berusaha menguasai daerah jajahan agar mereka leluasa mengeruk kekayaan dan sumber daya alamnya. Dalam hal ini kolonialisme atau imperialisme dan orientalisme bergabung merupakan dua proses yang berkesinambungan. Orientalisme berperan sebagai alat untuk mendukung usaha imperialis Barat, sedangkan imperialis bertugas memberikan informasi dan laporan tentang segala hal mengenai daerah penjajahan yang dikuasai.
d) Motivasi Ilmiah dan Kebudayaan
Peradaban Islam pernah mencapai puncak kemajuan di dua kota besar Islam, yaitu Bagdad dan Andalusia. Dari kedua kota besar inilah kemudian berpengaruh pada kota-kota disekitarnya. Pada masa-masa jayanya tersebut, banyak bangsa Eropa berduyun-duyun menuntut ilmu di sekolah-sekolah islam. Mereka melihat kemajuan dan perkembangan peradaban dunia Islam; mereka pun kemudian menyaksikan betapa tinggi perkembangan ilmu dan filsafat sehingga banyak digandrungi oleh para cendikiawan.
5. Program-program Orientalis
a) Pengajaran di Perguruan Tinggi
Hampir di semua universitas Eropa dan Amerika terdapat fakultas khusus yang mempelajari dirasah islamiyah dan bahasa Arab, bahkan di beberapa universitas terdapat lebih dari satu jurusan seperti di Universitas Munchen, disana terdapat fakultas bahasa Samiyah dan Islamic Studies serta jurusan sejarah dan peradaban timur dekat.
b) Menghimpun manuskrip Arab
Sejak lama orientalis menaruh perhatian dan sangat interest terhadap pengumpulan manuskrip-manuskrip Arab dari setiap negeri Timur Islam. Kebijaksanaan ini mereka lakukan berdasarkan pertimbangan bahwa manuskrip-manuskrip tersebut adalah peniggalan yang kaya dengan ilmu pengetahuan.
Banyak pemerintah di Eropa yang mewajibkan kepada kapal-kapal dagang yang mondar-mandir ke dunia Timur unutk tidak lupa membawa manuskrip-manuskrip (diambila dengan paksa) dari Timur itu telah ikut menunjang atau memberikan kemudahan bagi pengajaran dan perkembangan bahasa Arab di Eropa.
c) Mengadakan Koreksi dan Penerbitan
Orientalis tidak hanya mengumpulkan manuskrp dan memebri indeks saja, tetapi lebih dari itu mereka juga melakukan telaah dan koreksi, kemudian menerbitkan buku-buku peniggalan islam setelah terlebih dahulu dikaji dengan cermat. Kadang-kadang mereka memberikan tambahan keterangan serta menyusun indeks abjad dan sebagainya.
Dengan cara seperti ini mereka dapat menerbitkan sejumlah buku-buku bahasa Arab, yang sekaligus buku-buku tersebut merupakan penunjang yang besar artinya bagi para peneliti bangsa Eropa atau lainnya.
d) Selain dari yang disebutkan tadi, orientalis masih mempunyai program lainnya, yaitu menerjemahkan buku-buku Arab Islam ke dalam bahasa Eropa. Mereka telah menerjeahkan syair-syair dan mu’allaqat al-Tarikh Abi al-Fida serta Tarikh al-Tabari dan Muruj al-Dhahabi oleh Ibn Mas’udi, Tarikh al-mamalik oleh al-Muqrizi, Tarikh al-Khulafa’ oleh al-Suyuti, al-Ihya dan al-Munqidh oleh al-Ghazali dan ratusan lagi kitab atau buku tentang bahasa sastra, tarikh, dan ilmu-ilmu Islam. Jumlah ini tidak termasuk buku-buku tentang kedokteran dan falak serta filsafat dan lain-lain yang telah mereka terjemahkan pada abad pertengahan.
e) Penulisan Buku
Berbagai macam aspek bahasa Arab dan Islamic Studies telah berhasil dihimpun dan dituangkan dalam tulisan-tulisan (buku) oleh para orientalis, sejak abad ke-19 M. Selama satu setengah abad, mereka telah mampu menyelesaikan tulisan sebanyak 60.000 judul buku. Tulisan-tulisan itu berkisar pada pembahasan tentang tarikh Islam, ilmu kalam, tentang syari’ah tentang tasawwuf dan filsafat Islam, juga tentang sastra Arab dan mengenai pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan Al-qur’an serta Sunnah Nabi, kemudian tentang grammatika dan Fiqh al-Lughah.
Pada buku-buku karya mereka itu ada yang memberikan manfaat bagi pembaca muslim, tetapi juga ada yang sangat halus berupaya menikam kebenaran Islam; penuh dengan kebohongan dan todak mempunyai bobot ilmiah yang berarti. Karena itu bagi pembaca muslim diharuskan dengan pandangan yang kritis ketika membaca karya-karya mereka itu.


6. Pandangan Orientalis Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an al-Karim adalah kitab suci umat islam yang menjadi dasar bagi segi kehidupan manusia. Ia diyakini sebagai sumber kebenaran yang mutlak, karena datangnya dari ALLAH S.W.T. Karena itulah umat islam merasa perlu mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan akan selalu memperjuangkan agar ajaran-ajarannya diterapkan di muka bumi sebagai rahmatanlil’alamin.
Untuk itu para musuh islam tidak pernah bosan berupaya menjatuhkan superioritas al-Qur’an, baik dari segi kebenaran mutlak maupun sebagai sumber asalnya. Hal ini (permusuhan terhadap al-Qur’an) sudah terjadi sejak masa Nabi Saw. Yang dilakukan oleh kaum musyrikin atau penyembah berhala. Dengan semangat yang luar biasa mereka berusaha memerangi pemikiran yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu wahyu Allah; mereka menegaskan bahwa al-Qur’an tidak lain hanyalah dusta yang mengada-ada, dan bahwasanya al-Qur’an itu adalah dongengan bohong yang Nabi meminta kepada orang lain menuliskannya siang dan malam. Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang yang minta diajari orang asing/ bukan ‘Arab; atau bahwa al-Qur’an hanyalah berisi perkataan tukang sihir dan dukun. Sasaran mereka adalah memalingkan keyakinan bahwa al-Qur’an adalah wahyu samawi kepada Muhammad Saw untuk memberi petunjuk kepada umat manusia.
Dalam permusuhannya terhadap al-Qur’an, kaum orientalis menempuh cara yang dilakukan oleh kaum Quraisyi Mekkah. Mereka memandang bahwa al-Qur;an bukan wahyu Allah, tetapi hanyalah tulisan atau karangan Muhammadh Saw. Mereka menggunakan dalil-dalil yang bersumber dari kaum penyembah berhala. Tetapi al-Qur’an telah membantahnya dengan tegas.
Muhammad sebagai penulis/ pengarang al-Qur’an ?
Pada muqaddimah terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggri yang terbit di London pada tahun 1763 M, George Sale menulis:
“Adapun tentang Muhammad, ia adalah penulis al-Qur’an dan pencetus utamanya, hal ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Meskipun kerjasama Muhammad dengan orang lain untuk menuliskan al-Qur’an itu dicapai, tetapi perlu diyakini bahwa kerjasama seperti itu bukanlah suatu hal mudah; ini jelas sekali karena pengikutnya membantah terhadapnya”.
George Sale adalah seorang orientalis yang menekuni Islam sampai pada tahap seakan-akan ia seorang muslim sejati. Muqaddimah yang ditulisnya tentang Muhammad sebagai pengarang atau penulis al-Qur’an meraih sukses besar di Eropa. Hal ini mendorong bagi tokoh orientalis lainnya, Kamirski, menjadikan muqaddimah itu sebagai muqaddimah dalam terjemahan makna-makna al-Qur’an ke dalam bahwa Perancis yang diterbitkan pada tahun 1841. Muqaddimah itu telah menjadi rujukan ilmiah dan andalan bagi kaum orientalis dam kurun waktu yang lama; menurut mereka isinya mencakup ajaran Islam secara utuh.
Seandainya benar bahwa Muhammad adalah penulis al-Qur’an seperti yang mereka tudingkan, mestinya mereka itu dapat mengemukakan argumentasinya, dengan menyebut- sunber-sumber yang dipakai Muhammad ketika menulis al-Qur’an. Mereka sepertinya berusaha dengan segala cara untuk menopang pendapat dan fitnahannya itu.
Richard Bell, penulis buku “Introduction to The Qur’an”, berpendapat bahwa ketika Muhammad Saw. Menulis al-Qur’an berpegang teguh kepada kitab suci, khususnya pada hal-hal yang berkaitan dengan kurun lampau(di bagian kisah-kisah), sebagai kisah siksaan (misalnya tentang kaum ‘Ad dan Thamud) bersumber dari Arab, tetapi porsi terbanyak yang dipakai Muhammad dalam menafsirkan dan menopang pengajarannya bersumber dari Yahudi dan Nasrani. Kesempatannya tinggal di Madinah untuk mengenal zaman kuno lebih baik keadaannya daripada ketika tinggal di Mekkah, karena di Madinahlah ia berkenalan dengan generasi Yahudi. Dengan cara inilah Muhammad banyak menimba pengetahuan, paling tidak dari kitab-kitab Musa.
Orientalis dalam memandang al-Qur’an dari segala isi, memang tak luput dari upaya mereka untuk mencari kelamahan yang terkanudng dalam al-Qur’an, baik berkenaan dengan penulisan al-Qur’an, pembukuan maupun pembakuannya, sehingga mereka mengkritik dan bahkan menyerang secara langsung dan terang-terangan. Sekalipun misi mereka mengalami kegagalan, namun mereka terus mencoba untuk mengarahkan sasaran pada sumber pegangan primer bagi Islam, agar umat islam mengalami keraguan tehadap ayat al-Qur’an.








7. Sikap dan Usaha dalam Menghadapi Gerakan Kaum Orientalis
a) Membuat Mausu’ah (ensiklopedi) sebagai jawaban terhadap orientalis
Mmeberikan alternatif pemikiran yang seimbang adalah jalan yang terbaik untuk menghadapi segala arus pemikiran yang antipati terhadap islam dan kaum muslimin. Untuk mewujudkan ini tentunya kita harus melihat dan mengenal gerakan orientalis secara detail, dengan memeperhitungkan bahwa gerakan itu mempunyai pengaruh yang sama besarnya kepada cendikiawan/ kaum intelektual baik di dunia Islam atau pun di Barat sendiri. Oleh karena itu kita perlu mempelajarinya secara mendalam.
Mengingat bahwa Mausu’ah itu akan dialamatkan kepada kaum intelektual (tang terbawa pemikiran orientalis) menjadi keharusan penyuguhan topik-topik Islam yang diusulkan hendaknya berupa penyuguhan yang objektif dan dilandasi dengan hakikat ilmiah serta fakta sejarah logika yang benar, begitu pula halnya hendaknya dikuatkan dengan sandaran agama, pada halhal yang berkaitan dengan ilmu naqliyah yaitu dengan menggunakan metode yang diakui atau dipakai oleh kaum orientalis.
Dalam memberikan sanggahan terhadap kesalahpahaman (shubhat) dan tikaman kaum orientalis, hendaklah dibeberkan secara terperinci atau detail yang jauh dari sikap pertentangan atau menyerang, sehingga upaya ilmiah ini akan memberi pengaruh positif bagi kaum intelektual dalam semua tingkatannya, baik muslim atau bukan. Selanjutnya ia pun akan merupakan faktor pendorong bagi kaum orientalis untuk mengadakan evaluasi terhadap pernyataan-pernyataan mereka dan sekaligus akan membantu mereka meluruskan pandangan atau sikap tehadap Islam; dan akhirnya diharapkan ia sebagai pengenalan Islam bagi mereka yang simpati dan antusias terhadap Islam.
Dimaklumi bahwa kaum orientalis adakalanya tidak mengambil kesatuan sikap terhadap kasus-kasus Islam yang dihadapkan kepadanya. Tidak jarang terjadi diantara mereka sendiri ada yang menjadi pendukung dan menyanggah pendapat itu. Oleh karena itu dalam mausu’ah nanti perlu diketengahkan perbedaan pendapat tersebut (yaitu berkaitan dengan Islam dan peradabanya).
b) Membentuk lembaga ilmiah Islamiah Internasional
Guna memeberikan informasi yang imbang mengenai Islam, khususnya untuk mengimbangi pikiran-pikiran kaum orientalis yang sudah sedemikian meluas, perlu kiranya dibentuk suatu lembaga Ilmiah Islamiah Internasional yang independen, artinya tidak di bawah pengaruh atau menjadi terompet salah satu negara Islam atau dipengaruhi oleh aliran politik tertentu, pemikiran dan lain sebagainya, tetapi yang menjai wala’nya adalah Allah dan RasulNya (Muhammad Saw).
Salah satu yang menjadi tugas lembaga ini adalah menghimpun data-data Ilmiah Islamiah dari seluruh dunia, sehingga mampu mensejajarkan diri dengan gerakan orientalisme. Juga lembaga ini harus mempunyai atau menerbitkan buletin, majalah Ilmiah yang kredibilitasnya sangat tinggi dalam bahasa-bahasa yang beraneka ragam.
Edward Said dalam bukunya “Orientalism” mengungkapkan kekosongan Islam serta akibat-akibat yang ditimbulkannya :
“...Tidak didapati seorangpun penulis Arab atau Islam yang berani menyerempet-menyerempet bahaya terhadap kejahilan-kejahilan yang dimuat dalam majalah-majalah, atau terdapat dalam perguruan-perguruan tinggi dan universitas di Eropa dan Amerika. Di dunia Arab sekarang ini tidak dijumpai satupun majalah inti untuk studi-studi Arabiyah, atau tepatnya tidak ada satu lembaga pengajaran Arabiyah yang mampu menyamai Oxford, Harvard, universitas California, Los Angeles dalam studinya terhadap dunia Arab. Sebagai akibatnya ialah bahwa para masiswa atau pelajar Timur (dan tenaga pengajar dari Timur) masih tetap berantusias untuk datang ke Amerika, kemudian kembali ke negerinya, menyuarakan kembali corak pemikiran yang didapat ke telinga jumhur setempat. Cara seperti ini menbuat para peneliti Timur (hasil gemblengan Amerika) untuk merasalebih super dari bangsanya sendiri, karena ia mampu mengadakan tadabbur aturan-aturan orientalis dalam memahaminya serta menggunakannya. Adapun berkenaan dengan mereka yang lebih tinggi kedudukannya – orientalis Eropa dan Amerika- maka ia akan tetap hanya sebagai pembawa berita termasuk sebagai penduduk asli. Inilah dia peranan yang sebenarnya di Barat. Kalau ia bernasib mujur akan diberikan kesempatan baginya untuk tetap padanya (setelah selesai mengikuti latihan atau pengkaderan”

c) Sarana Internasional untuk Da’wah Islam
Salah satu proyek Islam besar lainnya yang perlu diadakan adalah lembaga Islam Internasional untuk tabshir (propaganda), yakni sebagai sarana da’wah Islam dari satu segi; juga memberi bimbingan kepada orang-orang yang baru masuk Islam; dan juga untuk memelihara kaum muslimin dengan wirathahnya.
Lebih jauh kembaga ini diharapkan dapat menerbitkan serial buku-buku tentang Islam dalam bahasa-bahasa internasional (yang hidup), yang tentunya akan meluruskan pandangan Barat terhadap Islam, dimana metode penyampaiannya haruslah menempuh metode ilmiah yang sesuai dengan pemikiran masa kini, serta dapat mengatasi way out dalam mengatasi permasalahan yang timbul di kalangan kaum muslimin dewasa ini.
d) Dialog Dengan Orientalis yang Jujur
Termasuk kegiatan penting yang harus kita lakukan adalah mengadakan kontak dan memelihara hubungan dengan kaum orientalis (yang mempunyai pandangan jujur) dengan tujuan dapat selalu mengadakan dialog atau pertemuan-pertemuan serta seminar-seminar di mana melalui sasaran-sasaran tersebut kita dapat mempertemukan ahli-ahli Islam dengan mereka (kaum orientalis).
Pertemuan (dialog) tersebut akan memberikan kesan yang positif kepada kedua belah pihak. Di segi lain ia akan merupakan tonggak penopang sikap orientalis dan penunjang bagi mereka serta pendorong terhadap sikap mereka (pandangan mereka) dengan tujuan menjadikan sikap atau pandangan-pandangan (yang jujur itu) sebagai satu arus pandangan yang umum di Barat pada waktu-waktu mendatang, yang tentu akan memberikan pengaruh positif dalam usaha memperbaiki atau meluruskan pandangan-pandangan yang keliru tentang Islam yang selama ini telah berkembang di Barat.
e) Mendirikan Badan Penerbitan Islam Internasional
Salah satu kebutuhan mendesak bagi umat Islam adalah berdirinya Badan Penerbitan Islam Internasional yang berfungsi mencetak dan menerbitkan buku-buku Islam dam semua bahasa, sehingga tidak lagi berlangsung kebiasaan dicetaknya atau diterbitkannya buku-buku Islam dalam bahasa asing (Barat) oleh penerbit-penerbit (Barat).


Zuhdi, Ahmad.2004.Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam. Karya Pembina Swajaya:Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar