SALAM GEOGRAFI UNTUK SEMUA PEMIKIR LINGKUNGAN. Kali ini saya membuat posting mengenai aksesibilitas dan apa saja yang berhubungan dengannya. Semoga bermanfaat unuk semua....
Dalam Kamus Bahasa
Inggris Wojowasito (1991:2) mengatakan bahwa accessibility adalah hal yang mudah dicapai. Artinya aksesibilitas
tidak hanya sekedar kesediaan segala sesuatu, namun juga kesediaan yang mudah
dicapai.
Bambang
sutantono (2004:1) menyatakan bahwa aksesibilitas adalah “hak atas akses yang
merupakan layanan kebutuhan melakukan perjalanan yang mendasar. Dalam hal ini aksesibilitas harus disediakan
oleh pemerintah terlepas dari digunakannya moda transportasi yang disediakan
tersebut oleh masyarakat.”
Kemudian
Bambang Susantono (2004:24) menambahkan bahwa “Aksessibilitas merupakan suatu
ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan dalam suatu
perjalanan. Karekteristik sistem transportasi ditentukan oleh aksesibilitas.
Aksesibilitas memberikan pengaruh pada beberapa lokasi kegiatan atau tata guna
lahan. Lokasi kegiatan juga memberikan pengaruh pada pola perjalanan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Pola perjalanan ini kemudian mempengaruhi
jaringan transportasi dan akan pula memberikan pengaruh pada sistem
transportasi secara keseluruhan.”
Blunden dan
Black (1984) seperti dikutip Tamin
(1997: 52) menyatakan bahwa “Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan
sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan
transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran
kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi
satu sama lain dan ‘mudah’ atau ‘susah’ nya lokasi tersebut dicapai melalui
sistem jaringan transportasi.”
Ada
yang menyatakan bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Jika suatu
tempat berdekatan dengan tempat lain, dikatakan aksesibilitas antara kedua
tempat itu tinggi. Sebaliknya, jika kedua tempat itu sangat berjauhan,
aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi, tata guna lahan yang berbeda pasti
mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata guna lahan
tersebut tersebar dalam ruang secara tidak merata (heterogen).
Akan
tetapi, peruntukan lahan tertentu seperti bandara, lokasinya tidak bisa
sembarangan dan biasanya terletak jauh di luar kota. Dikatakan aksesibilitas ke
bandara tersebut pasti selalu rendah karena letaknya yang jauh di luar kota.
Namun, meskipun letaknya jauh, aksesibilitas ke bandara dapat ditingkatkan
dengan menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan
kecepatan tinggi sehingga waktu tempuhnya menjadi pendek. Oleh sebab itu,
penggunaan ‘jarak’ sebagai ukuran aksesibilitas mulai diragukan orang dan mulai
dirasakan bahwa penggunaan ‘waktu tempuh’ merupakan kinerja yang lebih baik
dibandingkan dengan ‘jarak’ dalam menyatakan aksesibilitas.
Beberapa
jenis tata guna lahan mungkin tersebar secara meluas (perumahan) dan jenis
lainnya mungkin berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna lahan
mungkin ada di satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit
dan bandara. Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi
pasti juga berbeda-beda; sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin
lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas
(kapasitas) maupun kualitas (frekuensi dan pelayanan). Contohnya, pelayanan
angkutan umum biasanya lebih baik di pusat perkotaan dan beberapa jalan utama
transportasi dibandingkan dengan di daerah pinggiran kota.
Tabel
2.1 klasifikasi tingkat aksesibilitas
Jarak
|
Jauh
|
Aksesibilitas rendah
|
Aksesibilitas menengah
|
Dekat
|
Aksesibilitas menengah
|
Aksesibilitas tinggi
|
|
Kondisi
prasarana
|
Sangat
jelek
|
Sangat
baik
|
Sumber
: Black (1981)
Skema
sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterangkan
mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada tabel 2.1. Apabila tata guna lahan
saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan tersebut
mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas
tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek, maka aksesibilitasnya
rendah. Beberapa kombinasi diantaranya mempunyai aksesibilitas menengah.
Aksesibilitas
sebenarnya banyak memiliki aneka macam ragam istilah, (Frenk, 1992 : 842),
berpendapat bahwa aksesibilitas adalah sinonim dengan availibilitas
(ketersediaan). Sehingga antara akses (aksesibilitas) dan ketersediaan
(availibilitas) sebenarnya tidak dapat dibedakan. Aksesibilitas dalam hal
ketersediaan berarti moda transportasi yang digunakan siswa ke sekolah.
Dari
beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa aksesibilitas terkait erat
dengan ketersediaan dan kemudahan. Ketersediaan dalam hal ini berhubungan
dengan kondisi ekonomi orang tua siswa, jika siswa tergolong ekonomi tinggi
maka ia pergi ke sekolah dengan kendaraan yang tersedia (kendaraan pribadi). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas siswa merupakan perpaduan
antara jarak rumah siswa ke sekolah, moda transportasi yang digunakan siswa ke
sekolah, waktu tempuh siswa untuk sampai di sekolah, kenyamanan siswa selama
perjalanan ke sekolah, dan uang yang dikeluarkan siswa untuk sampai di sekolah.
2.1.2 Hubungan
Transportasi
Tamin
(1997 : 53) dalam Perencanaan dan Pemodelan Transportasi menjelaskan bahwa
tabel 3.2 menggunakan faktor ‘hubungan transportasi’ yang dapat diartikan dalam
beberapa hal. Suatu tempat dikatakan ‘aksesibel’ jika sangat dekat dengan
tempat lainnya, dan ‘tidak aksesibel’ jika berjauhan. Ini adalah konsep yang
paling sederhana; hubungan transportasi (aksesibilitas) dinyatakan dalam bentuk
‘jarak’ (km).
Seperti
telah dijelaskan, jarak merupakan peubah yang tidak cocok dan diragukan jika
sistem transportasi antara kedua belah tempat dierbaiki (disediakan jalan baru
atau pelayanan bus baru), maka hubungan transportasi dapat dikatakan akan lebih
baik karena waktu tempuhnya lebih singkat. Hal ini sudah jelas berkaitan dengan
kecepatan sistem transportasi tersebut. Oleh karena itu, ‘waktu tempuh’ menjadi
ukuran yang lebih baik dan sering digunakan untuk aksesibilitas.
Selanjutnya,
misalkan terdapat pelayanan bus yang baik antara dua tempat dalam suatu daerah
perkotaan. Akan tetapi, bagi orang miskin yang tidak mampu membeli karcis,
aksesibilitas antara kedua lokasi tersebut tetap rendah. Jadi, ‘biaya
perjalanan’ (Rp) menjadi ukuran yang lebih baik untuk aksesibilitas
dibandingkan dengan jarak dan waktu tempuh. Mobil pribadi hanya akan dapat
memperbaiki aksesibilitas dalam hal waktu bagi orang yang mampu membeli atau
menggunakan mobil.
Dengan
alasan diatas, moda dan jumlah transportasi yang tersedia dalam suatu kota
merupakan hal yang penting untuk menerangkan aksesibilitas. Beberapa moda
transportasi lebih cepat (waktu tempuh berkurang) dibanding dengan moda lain,
dan mungkin juga ada yang lebih mahal.
2.1.3 Pengaruh
Transportasi pada Perilaku Manusia
C. Jotin Khisty (2005:11)
mengidentifikasikan sembilan kategori perilaku manusia yang dipengaruhi oleh
transportasi:
a) Kemampuan
berpindah tempat (penumpang, pejalan kaki)
b) Aktivitas
(pengendalian kendaraan, pemeliharaan, kehidupan sosial)
c) Perasaan
(kenyamanan, kemudahan, kesenangan, stres, suka, tidak suka)
d) Pengaturan
(pemilihan sarana, pemilihan rute, pembelian kendaraan)
e) Kesehatan
dan keamanan (kecelakaan, ketidakmampuan, kelelahan)
f) Interaksi
sosial (keleluasaan pribadi, kepemilikan lahan, konflik, peniruan)
g) Motivasi
(konsekuensi positif atau negatif, menggerakan potensi)
h) Belajar
(pelatihan operator, pendidikan mengemudi, pengadaan barang)
i)
Persepsi (kesan, pemetaan, batasan
perasaan)
2.1.4 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Transportasi
Tamin
(1997: 189) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemilihan moda
transportasi dikelompokkan menjadi tiga, sebagaimana dijelaskan berikut.
a) Ciri
pengguna jalan
Beberapa
faktor ini diyakini sangat mempengaruhi pemilihan moda:
·
Ketersediaan atau kepemilikan kendaraan
pribadi
·
Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)
·
Struktur rumah tangga (pasangan muda,
keluarga dengan anak, pensiun, bujangan, dan lain-lain)
·
Pendapatan
·
Faktor lain misalnya keharusan menngunakan
mobil ke tempat bekerja dengan keperluan mengantar anak ke sekolah
b) Ciri
pergerakan
·
Tujuan pergerakan, contohnya pergerakan
ke tempat kerja di negara maju biasanya lebih mudah dengan pemakaian angkutan
umum karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanan yang sangat baik dan
ongkosnya lebih murah dibandingkan dengan mobil. Akan tetapi hal yang
sebaliknay terjadi di negara berkembang; orang masih tetap menggunakan mobil
pribadi ke tempat kerja, meskipun lebih mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan,
dan lain-lainnya tidak dapat dipenuhi oleh angkutan umum.
·
Waktu terjadinya pergerakan, kalau kita
ingin bergerak pada tengah malam, kita pasti membutuhkan kendaraan pribadi
karena pada saat ini angkutan umum tidak atau jarang beroperasi.
·
Jarak perjalanan, semakin jauh
perjalanan, kita semakin cenderung memilih angkutan umum dibandingkan dengan
pribadi. Contohnya bepergian dari Jakarta ke Surabaya, kita lebih memilih
angkutan umum (bus, pesawat, atau kereta api) meskipun memiliki kendaraan
pribadi karena jaraknya yang jauh.
c) Ciri
fasilitas moda transportasi
Hal
ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, faktor kuantitatif
seperti:
·
Waktu perjalanan: waktu menunggu di
pemberhentian bus, waktu berjalan kaki ke pemberhentian bus, waktu selama bergerak,
dan lain-lain.
·
Biaya transportasi (tarif, biaya bahan
bakar, dan lain-lain)
·
Ketersediaan ruang dan tarif parkir.
Faktor
kedua bersifat kualitatif yang sangat sukar menghitungnya, meliputi kenyamanan
dan keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain.
2.1.5 Kesenjangan Transportasi
C.
Jotin Khisty (2005:15) menyatakan para ahli perencanaan sangat menyadari jarak
“penolakan” dari rata-rata pejalan kaki yang menggunakan sistem jalan raya,
yaitu umumnya 400 meter atau
mil. Lebih dari 400 meter, kebanyakan
pejalan kaki membutuhkan semacam sistem mekanis untuk membawa mereka ke tempat
tujuan. Sebagai contoh, jika seorang pejalan kaki hendak menempuh jarak 10 kali
lebih besar dari 400 meter (yaitu 4 km atau 2,5 mil), orang tersebut biasanya
tidak akan mau menghabiskan waktu selama 50 menit untuk berjalan, meskipun
orang tersebut memiliki banyak waktu luang. Dia pasti akan mencari alternatif
transportasi lainnya yang lebih cepat. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan
bahwa orang memilih moda transportasi tidak hanya berdasarkan pertimbangan
biaya saja tetapi juga berdasarkan pertimbangan waktu perjalanan. Tanpa kita
sadari, jarak tempuh berhubungan dengan waktu tempuh.
Tabel 2.2 Kesenjangan Transportasi
Jarak (km)
|
Waktu (menit)
|
Kecepatan transpor teoritis
(km/jam)
|
Alternatif
transportasi
|
0,4
|
5
|
4,8
|
Berjalan
|
1
|
6,6,
|
9,1
|
Bis
(pusat kota)
|
4
|
10
|
24
|
Mobil
atau sepeda
|
10
|
13,2
|
45,5
|
Mobil
(kota atau perkotaan)
|
Sumber: (Kolbuszewski,
1979)
Mas maaf mau tanya aksesibilitas. Nama yang bener Bambang sutantono atau susantono ya mas...
BalasHapusTerima kasih.
helo, bisa minta sumber2 jurnal dari setiap kutipan penelitian diatas??
BalasHapusapakah aksebilitas berpengaruh terhada perilaku perjalanan?
BalasHapus